Wawancara dengan Ted Sprague, editor buku Revolusi yang Dikhianati (Revolution Betrayed) versi bahasa Indonesia karya Leon Trotsky. Dia seorang mahasiswa asal Indonesia yang sedang belajar di sebuah universitas di Kanada. Sebelumnya dia juga menyunting buku Revolusi Permanen versi bahasa Indonesia karya Leon Trotsky. Saya menghubungi Ted melalui surat elektronik atau email. Berikut petikan wawancara saya dengan dia.
Seberapa penting penerbitan buku "Revolution Betrayed" versi Bahasa Indonesia bagi pengetahuan umum maupun pergerakan sosial?
Revolusi Rusia pada Oktober 1917 adalah salah satu peristiwa terpenting di dalam sejarah manusia, di mana sebuah revolusi buruh yang pertama meledak dan menghapus kapitalisme di 1/6 permukaan bumi. Bangsa Rusia, yang sebelumnya terbenam di dalam kegelapan peradaban, terdorong maju menjadi negara adidaya karena sistem ekonomi terencana yang dicanangkan oleh Revolusi Oktober.
Selain dalam aspek ekonomi, keberadaan Uni Soviet dan Revolusi Oktober mendikte dan mempengaruhi gerakan buruh di seluruh dunia selama satu generasi penuh hingga keruntuhannya, dan bahkan masih memiliki pengaruh yang kuat di dalam gerakan revolusioner sampai sekarang. Kita lihat saja Revolusi Bolivarian di Venezuela, salah satu revolusi termaju semenjak keruntuhan Uni Soviet, dimana Chavez banyak mengutip karya-karya Marx, Engels, Lenin, dan Trotsky di dalam pidato-pidatonya, dan baru-baru ini menyerukan pembentukan Internasional Kelima mengikuti tradisi Internasional Pertama (Marx dan Engels), Internasional Kedua (Engels), Internasional Ketiga (Lenin dan Trotsky), dan Internasional Keempat (Trotsky). Jadi revolusi sekarang pun masih mempunyai benang merah pada Revolusi Oktober di Rusia.
Dari sudut pandang inilah maka sangat penting bagi pengetahuan umum maupun pergerakan sosial untuk mengetahui bagaimana Revolusi Oktober dikhianati, bagaimana Uni Soviet berubah dari negara buruh yang demokratis menjadi satu monster yang ganas. Para ahli sejarah kebanyakan menyalahkan ketimpangan-ketimpangan pribadi untuk menjelaskan fenomena ini. Menurut mereka karena Lenin pribadinya adalah otoriter, maka pemerintahan yang dia bangun menjadi otoriter juga, dan Stalin adalah kelanjutan dari Lenin. Penjelasan dangkal ini melihat sejarah bukan dari analisa kelas dan sosial tetapi dari sosok-sosok sejarah. Pemimpin-pemimpin Partai Komunis seluruh dunia juga tidak bisa menjelaskan mengapa ini terjadi, dan oleh karena itu tidak mengherankan kalau segera setelah Uni Soviet runtuh pada tahun 1991 semua Partai Komunis mengalami krisis internal dan hampir semuanya bubar.
Gerakan-gerakan kiri secara umum juga mengalami krisis internal karena tidak mampu memberikan penjelasan yang tepat; tahun 90an setelah jatuhnya tembok Berlin dan Uni Soviet kita menyaksikan demoralisasi terbesar di dalam gerakan kiri sedunia.
Leon Trotsky, pemimpin Revolusi Oktober dan Tentara Merah adalah tokoh Marxis pertama yang menyediakan analisa kelas dan sosial mengenai kebangkrutan Uni Soviet, bahwa dengan kemiskinan yang menjadi umum maka semua sampah yang lama akan bangkit kembali. Inilah sebab musabab kebangkrutan Uni Soviet, basis dari kebangkitan birokrasi Uni Soviet, "birokrasi merah" seperti yang Lenin peringatkan. Lenin dan Trotsky, dan semua pemimpin utama Bolshevik pada saat itu melihat bahwa Revolusi Oktober akan menjadi percikan revolusi-revolusi proletar di Jerman, Inggris, Prancis, dsb. Rusia terlalu terbelakang dan miskin untuk bisa membangun sosialisme. Tanpa bantuan kaum proletar dari negara-negara maju maka bahaya konter-revolusi dan "birokrasi merah" akan menjadi riil, begitu peringatan Lenin. Sayangnya, revolusi-revolusi di Eropa Barat gagal semua.
Keterisolasian Uni Soviet menguatkan elemen-elemen konservatif dan birokrasi di dalam Uni Soviet. Kegagalan-kegagalan Revolusi di Eropa Barat membuat massa buruh di Uni Soviet kehilangan semangat, dan setelah rakyat buruh menjadi pasif karena keletihan revolusi dan perang saudara yang berkepanjangan, birokrasi-birokrasi merasuk ke dalam Partai Bolshevik dan pemerintahan Uni Soviet. Birokrasi ini tidak suka topan badai revolusi. Mereka ingin hidup tenang dan damai. Sentimen yang tumbuh adalah "Buat apa mengobarkan revolusi proletar sedunia, mari kita bangun sosialisme di Rusia", dan rakyat buruh yang sudah letih pun mengiyakan secara pasif.
Krisis ekonomi baru-baru ini adalah satu periode peralihan yang akan menyiapkan satu generasi baru dan satu gerakan baru yang akan melawan kapitalisme. Oleh karena itu penting bagi kita semua untuk mempelajari sebab-musabab kebangkrutan Uni Soviet, negara buruh yang pertama di dalam sejarah.
Sebagaimana kita ketahui sosok Trotsky sangat fenomenal sekaligus kontroversial. Pemikirannya tidak populer dalam gerakan di Indonesia, bahkan cenderung disingkirkan. Kita ingat sosok Tan Malaka, juga dicap Trotskis oleh kalangan pergerakan sendiri, dan ia dikucilkan. Apa pendapat Anda?
Pengotoran dan pemfitnahan atas nama baik dan gagasan-gagasan Leon Trotsky adalah satu bagian dari usaha kaum birokrasi Uni Soviet untuk menenggelamkan tradisi Revolusi Oktober. Setelah berhasil mengkonsolidasikan posisi mereka, satu langkah pertama yang dilakukan oleh kaum birokrasi adalah membersihkan para pemimpin Bolshevik lama yang dituduh sebagai oporkaki (oportunis kanan dan kiri) dan Trotskis, dengan menendang mereka semua dari partai-partai komunis dan mengirim mereka ke kamp konsentrasi.
Selain Stalin, hampir semua anggota Komite Pusat Partai Bolshevik yang memimpin Revolusi Oktober mati karena bunuh diri, dihilangkan, atau dieksekusi. Ini sendiri sudah memberikan gambaran sedahsyat apa pembersihan yang dilakukan oleh kaum birokrasi Uni Soviet ini. Sungguh aneh bukan bahwa para pemimpin Revolusi Oktober semua ternyata adalah agen imperialis, agen fasis, agen borjuasi, dll. Dan ini bukan hanya terjadi di Uni Soviet, tetapi di seluruh penjuru dunia, dan termasuk Partai Komunis Indonesia.
Kalau memang tulisan-tulisan dan gagasan-gagasan Trotsky sungguh sangat keliru, mengapa kaum Stalinis begitu takut sehingga harus melarang anggota-anggotanya dan penduduknya untuk membacanya? Semua karya Leon Trotsky dibakar dan dilarang di Uni Soviet dan juga di dalam partai-partai Komunis. Bukannya justru baik kalau tulisan tersebut disediakan supaya kesalahan-kesalahan tersebut dapat diekspos. Lenin tidak pernah melarang kamerad-kameradnya untuk membaca karya-karya musuhnya (kaum Sosial Demokrat seperti Karl Kautsky, Bernstein, dll). Ini seperti rejim Soeharto yang sangat takut dengan komunisme sehingga melarang penerbitan buku-buku Marxis.
Biar saya kutip sebuah tutur kata dari almarhum Sobron Aidit, sastrawan besar kita, adiknya D.N. Aidit:
"Dia [Asahan] sudah menamatkan bacaan dari Trotsky tentang Riwayat Hidup STALIN, Tulisan ini setebal 900 halaman. Menurut dia - sangat menarik. Saya sendiri tidak tahu dan tidak memahami benar kenapa dulu kami diajarkan begitu sangat anti-Trotsky. ... Padahal sebenarnya saya tidak tahu dan tidak mengerti benar apa paham dan ideologi Trotsky-isme itu." [Kisah Serba-Serbi ( Omong-omong dengan ASAHAN ALHAM ), Sobron Aidit, Paris, 11 September 2006]
Semuanya diajarkan untuk anti-Trotsky tanpa memahami benar siapa dan apa gagasan Trotsky. Semua diajarkan untuk anti-Tan Malaka tanpa mengetahui benar program Merdeka 100%nya. Apa bedanya ini dengan rejim Soeharto yang mengajari kita untuk anti-komunis dan melarang beredarnya karya-karya Marxis?
Kebenaran adalah satu-satunya pilar dari mana kaum revolusioner dapat menemukan pegangan dan pondasi dalam perjuangan kita. Penerbitan buku ini adalah satu usaha untuk menemukan kebenaran.
Ini adalah buku Trotsky yang kedua yang terbit dalam Bahasa Indonesia setelah Revolusi Permanen. Apakah Anda dalam hal ini Wellred memang mengkhususkan penerbitan karya-karya Trotsky? mengapa?
Semenjak jatuhnya rejim Soeharto, ada ledakan minat di antara kaum muda akan bacaan-bacaan Marxis. Karya-karya Marxis klasik dari Marx, Engels, Lenin, Rosa Luxembourg, Plekhanov, dll sudah mulai diterjemahkan dan diterbitkan. Namun karena sentimen anti-Trotsky yang masih kuat di dalam gerakan, yakni warisan anti-Trotsky dari PKI dulu, belum ada satupun karya Trotsky yang diterbitkan. Inilah yang mendasari saya dan penerbit Wellred untuk memfokuskan penerjemahan dan penerbitan karya-karya Leon Trotsky.
Kami berharap bisa mempercepat proyek penerbitan karya-karya Trotsky lainnya, sehingga dalam waktu dekat buku-bukunya yang lain seperti My Life, History of Russian Revolution, In Defence of Marxism, dsb. dapat tersedia, bukan hanya untuk gerakan tetapi juga untuk nilai-nilai akademis dan historis.
Di Indonesia, bagaimana relevansi pengetahuan sejarah pada masa revolusi buruh di Rusia dengan yang terjadi sekarang?
Satu pengalaman penting dari Revolusi Oktober di Rusia adalah bahwa buruh bisa memimpin pembebasan rakyat sepenuhnya dari cengkraman kapitalis bahkan di negeri yang terbelakang, bahkan ketika jumlah kaum buruh di Rusia adalah kecil dibandingkan kelas dan kelompok sosial lainnya, seperti kelas tani, kaum miskin kota, dll. "Buruh Berkuasa Rakyat Sejahtera", inilah slogan yang direalisasikan oleh Revolusi Rusia, dan ini bisa tercapai di Indonesia.
Potensi kelas buruh Indonesia sekarang bahkan secara relatif lebih kuat. Indonesia juga secara relatif lebih maju ketimbang Rusia pada jamannya. Di Rusia dulu, 90% penduduknya buta huruf. Mayoritas penduduk juga petani seperti di Indonesia, tetapi mereka hidup dalam kegelapan yang bahkan lebih pekat dibandingkan petani Indonesia sekarang. Revolusi Rusia menjawab skeptisisme dari mereka yang meragukan kekuatan buruh Indonesia sebagai tenaga pendorong perubahan dalam masyarakat kita.
Rusia dulu juga adalah sebuah negara semi-koloni di bawah jempo Eropa Barat, dengan modal asing yang besar di dalamnya. Rusia berhasil bebas dari cengkraman imperialisme asing dengan program revolusi sosialis. Ini pelajaran yang bisa kita ambil. Apakah perjuangan anti-imperialisme dapat dipisahkan dari perjuangan sosialis? Sampai saat ini belum ada satupun negara yang mampu bebas dari imperialisme tanpa mengobarkan revolusi sosialis. Jadi jawabannya jelas.
Namun, buku Revolusi yang Dikhianati memberikan peringatan: kita tidak bisa membangun sosialisme di satu negeri. Walaupun kemenangan revolusi bisa diraih, membangun sosialisme adalah satu hal yang lain. Dibutuhkan tingkat industri dan teknologi yang tinggi. Indonesia, walaupun kaya dengan sumber daya alam dan juga memiliki insan-insan yang penuh talenta, secara relatif lebih terbelakang dibandingkan negara-negara kapitalis maju. Bilamana revolusi pecah di Indonesia dan buruh berkuasa, maka revolusi ini harus menyebar ke negara-negara tetangga lainnya: Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, dan yang lainnya, sehingga bisa terbentuk Federasi Sosialis Asia Tenggara dimana seluruh kekuatan produksi dan industri wilayah ini bisa disatukan dalam perekonomian terencana untuk maju menuju sosialisme.
Bagaimana Anda melihat pergerakan kelompok progresif di Indonesia dibanding negara negara lain, misal di Eropa atau Amerika Latin?
Setelah mendobrak kerangkeng kediktaturan Soeharto, pergerakan Indonesia memasuki satu fase demoralisasi tetapi pada saat yang sama ada pembaharuan juga. Secara ideologis saya rasa pergerakan kelompok progresif Indonesia sudah menjadi lebih matang, dalam arti garis-garis ideologis sudah mulai ditarik lebih jelas di antara tendensi-tendensi yang berbeda. Ini adalah fase pendewasaan yang memang perlu dilalui.
Kalau dibandingkan dengan gerakan di Eropa dan Amerika Latin, dalam hal gerakan buruh kita masih tertinggal jauh, secara organisasional dan ideologis. Ini tidak mengherankan. 32 tahun reaksi di bawah Soeharto telah mengubur begitu banyak tradisi perjuangan kelas. Namun gerakan buruh Indonesia tidaklah ternodai oleh paham dan ilusi Sosial Demokrasi dan reformisme seperti halnya di Eropa, karena selama satu generasi penuh kelas pekerja Eropa mampu meraih konsensi-konsesi dari kelas kapitalis dan ini menjadi tanah yang subur bagi ideologi Sosial Demokrasi dan reformisme. Bila memang ada ilusi reformisme dan Sosial Demokrasi di dalam kelompok-kelompok progresif, ini hanya bersifat sekunder yang dikarenakan kelemahan ideologis.
Amerika Latin sekarang telah menjadi poros gerakan progresif, garda depan revolusi. Rakyat pekerja Indonesia bisa belajar banyak dari proses ini, kekuatannya dan juga kelemahan-kelemahannya. Yang belakangan ini cukup penting. Pertanyaan yang patut dikemukan: mengapa setelah lebih dari 10 tahun Revolusi Venezuela belumlah menang dan menghancurkan kapitalisme?
Krisis ekonomi dunia telah membuka satu masa peralihan dari satu periode ke periode yang lain. Kesadaran rakyat pekerja Indonesia, Asia, Eropa, Amerika Latin akan terguncang satu per satu. Saya tidak meragukan kalau sebuah ledakan yang lebih besar daripada Gerakan 1998 akan terjadi dalam periode selanjutnya. Pertanyaannya bukan kapan, tetapi bagaimana kita harus mempersiapkan diri kita untuk menghadapinya.
0 komentar:
Posting Komentar