Evo Morales |
Peringatan Hari Buruh Sedunia (May Day) selalu menjadi momentum penting bagi pemerintahan revolusioner Bolivia. Pada May Day tahun-tahun sebelumnya, Presiden Evo Morales mengumumkan nasionalisasi perusahaan asing.
Pada May Day tahun ini, Presiden Evo Morales mengumumkan pengusiran lembaga bantuan milik pemerintah AS, yakni United States Agency for International Development (USAID).
Menurut Evo Morales, USAID banyak mengintervensi masalah politik
internal Bolivia, termasuk mendanai sejumlah pejabat lokal, pemimpin
organisasi petani, dan pemimpin gerakan sosial untuk melawan pemerintah.
“Mereka masih percaya, bahwa mereka bisa melakukan manipulasi secara
ekonomi dan politik. Tetapi waktunya sudah lewat,” kata Morales.
Selain itu, Evo juga mengungkapkan, tindakannya didorong oleh
pernyataan Menteri Luar Negeri AS, John Kerry, tanggal 17 April 2013
lalu, yang masih menempatkan Amerika Latin sebagai “halaman belakang”-nya Amerika Serikat.
Ini bukan pertama-kalinya kebijakan pemerintahan Evo Morales
berbenturan langsung dengan pemerintah AS. Pada tahun 2008 lalu, Evo
Morales juga mengusir Kedutaan Besar AS untuk Bolivia dan Lembaga
Pengawasan Obat-Obatan AS karena terlibat mendukung dan menghasut
oposisi.
Menanggapi keputusan pemerintah Bolivia, pihak USAID menyangkal semua
tuduhan pemerintah Bolivia. Menurut USAID, seperti ditulis di
websitenya, organisasinya banyak fokus pada isu kesehatan, pembangunan
berkelanjutan, dan program lingkungan di Bolivia.
“Keputusan Bolivia sangat melukai rakyatnya sendiri yang telah
menerima manfaat dari lembaga bantuan kami,” kata Patrick Ventrell, juru
bicara Kementerian Luar Negeri AS.
Dalam sebuah wawancara dengan Al Jazeera, Philip Brenner,
seorang profesor hubungan internasional di Universitas Amerika di
Washington DC, menerangkan tidak ada bukti yang cukup bahwa USAID telah
memberikan manfaat yang signifikan kepada rakyat Bolivia.
“Saya rasa pernyataan yang menyebutkan bahwa USAID telah memberikan
bantuan sejak 1964 adalah sebuah pernyataan berlebihan,” kata Brenner.
Ia menambahkan, Bolivia justru meraih banyak kemajuan setelah dipimpin
Morales.
Evo Morales, yang bekas petani dan pemimpin serikat petani coca,
sangat kenyang pengalaman dan menyaksikan langsung bagaimana intervensi
AS, termasuk melalui perang melawan Coca, dalam menumpas petani dan
masyarakat adat Bolivia.
Sebelumnya, Eva Golinger, aktivis dan sekaligus penulis buku “Chavez
Code”, juga mengunkap keterlibatan USAID dalam melakukan destabilisasi
di Venezuela dan Bolivia.
Di Venezuela, USAID bekerja melalui lembaga bernama Office of
Transition Initiatives (OTI) untuk menggalang oposisi Venezuela dan
mendorong aksi kontra-revolusioner.
Selain itu, dengan kedok “demokrasi dan bantuan kemanusiaan”, USAID
mendanai kelompok oposisi di Venezuela dan menyekolahkan sejumlah tokoh
atau pemimpin politik di Venezuela. USAID juga menggunakan kelompok HAM
untuk melontarkan kritik tak berdasar mengenai kondisi HAM di Venezuela.
Sayang, beberapa kali gerakan oposisi Venezuela, yang disokong penuh
imperialisme AS, berhasil dipatahkan oleh gerakan rakyat Venezuela yang
berbasiskan petani, buruh, kaum miskin kota, kaum perempuan, masyarakat
adat, dan lain-lain.
Di Bolivia, sejak Maret 2004, USAID juga membuka kantor Office of Transition Initiatives
(OTI) di Bolivia. Di Bolivia, kata Eva Golinger, USAID-OTI bekerja
mempengaruhi Majelis Konstituante dan memprovokasi gerakan separatis di
daerah kaya sumber daya alam di Bolivia, seperti Santa Cruz dan
Cochabamba.
Bahkan, program USAID-OTI terang-terangan mendukung otonomi sejumlah
daerah di Bolivia, seperti Santa Cruz, Beni, Pando dan Tarija. Tentu
saja, tindakan USAID-OTI ini berupaya melemahkan pemerintahan nasional
Bolivia di bawah pemerintahan Morales.
Pada bulan Juni 2012 lalu, pemimpin negara-negara Aliansi Bolivarian
untuk Rakyat Amerika (ALBA), seperti Bolivia, Ekuador, Dominika,
Venezuela, Nikaragua, dan Kuba, bersepakat untuk mengeluarkan USAID dari
negara masing-masing.
“Dengan dalih bantuan ekonomi dan bantuan kemanusiaan, USAID
merancang program untuk menggoyang pemerintahan yang tidak sejalan
dengan kepentingan AS,” demikian pernyataan negara-negara ALBA.