Minggu, 17 Februari 2013

Putra Kawangkoan Bersenjatakan Kamera

0 komentar

Suatu pagi di bulan puasa, 17 Agustus 1945. Frans Sumarto Mendur mendengar kabar dari sumber di harian Asia Raya bahwa ada peristiwa penting di kediaman Soekarno. Alexius Impurung Mendur, abangnya yang menjabat kepala bagian fotografi kantor berita Jepang Domei, mendengar kabar serupa. Kedua Mendur Bersaudara ini lantas membawa kamera mereka dan mengambil rute terpisah menuju kediaman Soekarno.
Kendati Jepang telah mengaku kalah pada Sekutu beberapa hari sebelumnya, kabar tersebut belum diketahui luas di Indonesia. Radio masih disegel Jepang dan bendera Hinomaru masih berkibar di mana-mana. Patroli tentara Jepang masih berkeliaran dan bersenjata lengkap. Dengan mengendap-endap, Mendur Bersaudara berhasil merapat ke rumah di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Cikini, Jakarta tatkala jam masih menunjukkan pukul 5 pagi.
Pukul 8, Soekarno masih tidur di kediamannya lantaran gejala malaria. Soekarno juga masih lelah sepulang begadang merumuskan naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda, Jalan Imam Bonjol Nomor 1. Dibangunkan dokternya untuk minum obat, Soekarno lantas tidur lagi dan bangun pukul 9.
Frans Mendur/IPPHOS
Latief Hendraningrat, anggota Pembela Tanah Air (PETA), mengibarkan bendera Merah Putih usai Soekarno-Hatta bacakan naskah proklamasi di Jakarta, 17 Agustus 1945. Foto oleh: Frans Mendur/IPPHOS
Di Jakarta, pukul 10 di hari Jumat pagi itu Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Upacara proklamasi kemerdekaan berlangsung sederhana, tanpa protokol. Hanya Mendur Bersaudara yang hadir sebagai fotografer pengabadi peristiwa bersejarah Indonesia.
Frans berhasil mengabadikan tiga foto, dari tiga frame film yang tersisa. Foto pertama, Soekarno membaca teks proklamasi. Foto kedua, pengibaran bendera Merah Putih oleh Latief Hendraningrat, anggota PETA (Pembela Tanah Air). Foto ketiga, suasana upacara dan para pemuda yang menyaksikan pengibaran bendera.
Usai upacara, Mendur Bersaudara bergegas meninggalkan kediaman Soekarno. Tentara Jepang memburu mereka. Alex Mendur tertangkap, tentara Jepang menyita foto-foto yang baru saja dibuat dan memusnahkannya.
Adiknya, Frans Mendur berhasil meloloskan diri. Negatif foto dikubur di tanah dekat sebuah pohon di halaman belakang kantor harian Asia Raya. Tentara Jepang mendatanginya, tapi Frans mengaku negatif foto sudah diambil Barisan Pelopor.
Frans Mendoer/IPPHOS
Suasana upacara proklamasi kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta, pada hari Jumat, 17 Agustus 1945. Foto oleh: Frans Mendoer/IPPHOS
Meski negatif foto selamat, perjuangan mencuci dan mencetak foto itupun tak mudah. Mendur Bersaudara harus diam-diam menyelinap di malam hari, panjat pohon dan lompati pagar di sampaing kantor Domei, yang sekarang kantor Antara. Negatif foto lolos dan dicetak di sebuah lab foto. Resiko bagi Mendur Bersaudara jika tertangkap tentara Jepang adalah penjara, bahkan hukuman mati. Tanpa foto karya Frans Mendur, maka proklamasi Indonesia tak akan terdokumentasikan dalam bentuk foto.
Mendur Bersaudara Dengan Foto Peristiwa Bung Karno Detik-detik Proklamasi


Proklamasi kemerdekaan Indonesia hanya diberitakan singkat di harian Asia Raya, 18 Agustus 1945. Tanpa foto karena telah disensor Jepang.
Setelah proklamasi kemerdekaan, pada bulan September 1945, fotografer-fotografer muda Indonesia bekas fotografer Domei di Jakarta dan Surabaya mendirikan biro foto di kantor berita Antara. Tanggal 1 Oktober 1945 BM Diah dan wartawan-wartawan eks harian Asia Raya merebut percetakan De Unie dan mendirikan Harian Merdeka. Alex Mendur pun pindah ke Harian Merdeka. Foto bersejarah proklamasi kemerdekaan Indonesia karya Frans Mendur tersebut baru bisa dipublikasikan pertama kali pada 20 Februari 1946 di halaman muka Harian Merdeka.
Setahun setelah kepindahan ke harian Merdeka, kakak-beradik Frans dan Alex Mendur menggagas pendirian Indonesia Press Photo Service, disingkat IPPHOS. Turut mendirikan biro foto pertama Indonesia tersebut, kakak-beradik Justus dan Frank “Nyong” Umbas, Alex Mamusung dan Oscar Ganda. IPPHOS berkantor di Jalan Hayam Wuruk Nomor 30, Jakarta sejak berdiri 2 Oktober 1946 hingga 30 tahun kemudian.
Koleksi foto IPPHOS pada kurun waktu 1945-1949 konon berjumlah 22.700 bingkai foto. Namun hanya 1 persen saja yang terpublikasikan. Foto-foto IPPHOS tak hanya dokumentasi pejabat-pejabat negara, melainkan juga rekaman otentik kehidupan masyarakat di masa itu.
Keluarga Mendur adalah putra daerah Kawangkoan, Minahasa, Sulawesi Utara. Alex Mendur lahir 1907, sementara adiknya Frans Mendur lahir tahun 1913. Frans belajar fotografi pada Alex yang sudah lebih dahulu menjadi wartawan Java Bode, koran berbahasa Belanda di Jakarta. Frans lantas mengikuti jejak abangnya menjadi wartawan pada tahun 1935.
Foto monumental lain karya Alex Mendur adalah foto pidato Bung Tomo yang berapi-api di Mojokerto tahun 1945, dan tapi sering dianggap terjadi di hotel Oranje, Surabaya. Foto monumental lain karya Frans Mendur adalah foto Soeharto yang menjemput Panglima Besar Jendral Soedirman pulang dari perang gerilya di Jogja, 10 Juli 1949.
Kala itu nama Mendur Bersaudara sudah terkenal di mana-mana. Keberadaan mereka diperhitungkan media-media asing. Tapi Mendur Bersaudara dan IPPHOS tetap idealis untuk loyal kepada Indonesia. Padahal, secara etnis Minahasa, sebenarnya Mendur Bersaudara bisa saja dengan mudah merapat ke Belanda. IPPHOS tetap independen, di kala kesempatan bagi Mendur Bersaudara terbuka luas untuk meraup lebih banyak uang dengan bekerja untuk media asing.
Monumen Mendur Bersaudara Di Kawangkoan


Semasa hidupnya, Frans Mendur pernah menjadi penjual rokok di Surabaya. Di RS Sumber Waras Jakarta pada tanggal 24 April 1971, fotografer pengabadi proklamasi kemerdekaan RI ini meninggal dalam sepi. Alex Mendur tutup usia pada tahun 1984 juga dalam keadaan serupa. Keduanya nanti diberikan penghargaan disaat mereka berdua telah tiada yakni pada puncak perayaan Hari Pers Nasional di Manado tahun 2013.
Saya Diantara Karya Mendur (Pameran HPN)




* sumber : kompasiana
Read full post »

Rabu, 06 Februari 2013

Asal-usul Pancasila

0 komentar



Pohon sukun itu, yang berdiri kokoh di atas bukit, menghadap kelaut. Di situlah, pada tahun 1934 hingga 1938, Soekarno banyak merenung. Beberapa saksi sejarah menuturkan, salah satu hasil perenungan Bung Karno di bawah pohon sukun itu adalah Pancasila.
Pohon sukun itu kemudian diberi nama “pohon Pancasila”. Lalu, lapangan—dulunya bukit—tempat sukun itu berdiri di beri nama “Lapangan Pancasila”. Di Ende, sebuah kota indah di Pulau Flores, Soekarno menjahit ide-ide besarnya mengenai Indonesia masa depan, termasuk ideologi Pancasila.
Akan tetapi, kita belum tahu seberapa besar pengaruh pengalaman Soekarno di Ende dalam perumusan Pancasila. Fakta-fakta soal ini masih sangat minim. Yuke Ardhiati, seorang arsitek yang penelitiannya sempat menyinggung soal ini, mengatakan, pemikiran Soekarno di Ende sudah meliputi semua sila Pancasila. Saat itu, katanya, Soekarno menyebut sebagai Lima Butir Mutiara.
Dalam buku otobiografinya, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Soekarno mengatakan: “Di pulau Bunga yang sepi tidak berkawan aku telah menghabiskan waktu berjam-jam lamanya merenungkan di bawah pohon kayu. Ketika itu datang ilham yang diturunkan oleh Tuhan mengenai lima dasar falsafah hidup yang sekarang dikenal dengan Pancasila. Aku tidak mengatakan, bahwa aku menciptakan Pancasila. Apa yang kukerjakan hanyalah menggali tradisi kami jauh sampai ke dasarnya dan keluarlah aku dengan lima butir mutiara yang indah.”
Dengan demikian, banyak yang menyebut Ende sebagai tempat “penyusunan gagasan-gagasan Pancasila”. Setelah itu, seiring dengan proses di Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan, BPUPKI), Soekarno makin mematangkan gagasan tersebut.
BPUPKI resmi dibentuk tanggal 29 April 1945. Badan ini, yang beranggotakan 63 orang, memulai sidang pertamanya pada tanggal 29 Mei 1945. Nah, di sini ada kontroversi: ada yang menyebut Mohammad Yamin menyampaikan pidato tanggal 29 Mei 1945 dan isi pidatonya sama persis dengan Pancasila sekarang ini.
Dalam pidatonya Yamin mengusulkan 5 azas: peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ke Tuhanan, peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat.
Karena itu, banyak orang yang menyebut Muhamad Yamin sebagai penemu Pancasila. BJ Boland dalam bukunya, The Struggle of Islam in Modern Indonesia, secara terang-terangan menyebut Muh Yamin sebagai penemu Pancasila, bukan Bung Karno.
Tesis ini makin diperkuat di jaman Orde Baru. Ini juga dalam kerangka de-soekarnoisme. Nugroho Notosusanto, salah seorang ideolog orde baru, banyak menulis tentang sejarah kelahiran Pancasila dengan mengabaikan sama sekali peranan Soekarno.
Dengan penelitian yang sudah bisa ditebak hasilnya, Nugroho Notosusanto menyimpulkan bahwa penemu Pancasila bukanlah Soekarno, melainkan Mohammad Yamin dan Soepomo. Itu menjadi pegangan dalam buku-buku penataran P4 dan buku-buku sejarah Orde Baru.
Nugroho Notosusanto, seorang yang anti-marxisme, menuding sila kedua Pancasila  versi Bung Karno, yaitu Peri Kemanusiaan/Internationalisme, sangat identik dengan semangat internasionalisme kaum komunis.
Suatu hari, ketika Bung Hatta memberi ceramah di Makassar, seorang mahasiswa mengeritik Bung Hatta karena menyebut Bung Karno sebagai penggali Pancasila. Si mahasiswa itu, entah dicekoki oleh kesimpulan Nugroho Notosusanto, menyebut Mohammad Yamin sebagai penemu Pancasila. Hatta pun bertanya dari mana mahasiswa tahu? Dijawab oleh sang mahasiswa, “Dari buku Yamin”. Hatta segera mengatakan, “Buku itu tak benar!”
Rupanya, menurut versi Bung Hatta, Mohamad Yamin tidak berpidato tentang 5 azas itu pada 29 Mei 1945. Pidato itu, kata Bung Hatta—yang saat itu anggota BPUPKI dan panitia kecil—mengingat Pidato Yamin itu disampaikan di Panitia Kecil.
Menurut Bung Hatta, yang saat itu juga anggota BPUPKI, penemu Pancasila itu adalah Bung Karno. Saat itu, kata Bung Hatta, di kalangan anggota BPUPKI muncul pertanyaan: Negara Indonesia Merdeka” yang kita bangun itu, apa dasarnya? Kebanyakan anggota BPUPKI tidak mau menjawab pertanyaan itu karena takut terjebak dalam perdebatan filosofis berkepanjangan.
Akan tetapi, pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno menjawab pertanyaan itu melalui pidato berdurasi 1 jam. Pidato itu mendapat tepuk-tangan riuh dari anggota BPUPKI. Sesudah itu, dibentuklah panitia kecil beranggotakan 9 orang untuk merumuskan Pancasila sesuai pidato Soekarno. Panitia kecil itu menunjuk 9 orang: Soekarno, Hatta, Yamin, Soebardjo, Maramis, Wahid Hasyim, Abikusno Tjokrosuyoso, dan Abdul Kahar Muzakkir.
Panitia kecil inilah yang mengubah susunan lima sila itu dan meletakkan Ketuhanan Yang Maha Esa di bagian pertama. Pada tanggal 22 Juni 1945 pembaruan rumusan Panitia 9 itu diserahkan kepada Panitia Penyelidik Usaha–Usaha Kemerdekaan Indonesia dan diberi nama “Piagam Jakarta”.
Pada 18 Agustus 1945, saat penyusunan Undang-Undang Dasar, Piagam Jakarta itu mengalami sedikit perubahan: pencoretan 7 kata di belakang Ketuhanan, yaitu “dengan kewajiban menjalankan syariat islam kepada penduduknya.” Begitulah, Pancasila masuk dalam pembukaan UUD 1945.
Apa yang dikatakan Bung Hatta mirip dengan penuturan Bung Karno. Dalam Buku “Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat”, Bung Karno mengatakan, selama tiga hari sidang pertama terjadi perbedaan pendapat. Artinya, jika sidang dimulai tanggal 29 Mei 1945, maka hingga tanggal 31 Mei belum ada kesepakatan.
Terkait tanggal 29 Mei itu, seorang pakar UI, Ananda B Kusuma, menemukan Pringgodigdo Archief. Dokumen ini cukup penting, sebab memuat catatan-catatan tentang sidang itu. Menurut dokumen itu, orang-orang yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945 itu: MRM. Yamin (20 menit), Tn. Soemitro (5 menit), Tn. Margono (20 menit), Tn. Sanusi (45 menit), Tn. Sosro diningrat (5 menit), Tn. Wiranatakusumah (15 menit).
Sidang itu diberi alokasi waktu 130 menit. Akan tetapi, yang cukup aneh, Yamin disebut berpidato 120 menit. Padahal, saat itu ada lima pembicara lain yang juga harus menyampaikan pidatonya.
G. Moedjanto, seorang sejarahwan, juga menemukan kejanggalan pada pidato Yamin—yang disebut tanggal 29 Mei 1945 itu. Pada alinea terakhir berbunyi: “Dua hari yang lampau tuan Ketua memberi kesempatan kepada kita sekalian juga boleh mengeluarkan perasaan”. “Dua hari yang lampau” itu berarti tanggal 27 Mei 1945, sedangkan sidang baru dibuka pada tanggal 29 Mei 1945. Artinya, seperti dikatakan Bung Hatta, pidato Yamin itu memang disampaikan di Panitia Kecil—pasca Soekarno menyampaikan pidato tanggal 1 Juni 1945.
Mohammad Yamin sendiri mengakui Bung Karno sebagai penggali Pancasila. Itu dapat dilihat di pidato Yamin pada 5 Januari 1958 : “Untuk penjelasan ingatlah beberapa tanggapan sebagai pegangan sejarah: 1 Juni 1945 diucapkan pidato yang pertama tentang Pancasila…, tanggal 22 Juni 1945 segala ajaran itu dirumuskan di dalam satu naskah politik yang bernama Piagam Jakarta … dan pada tanggal 18 Agustus 1945 disiarkanlah Konstitusi Republik Indonesia, sehari sesudah permakluman kemerdekaan Republik Indonesia. Dalam konstitusi itu pada bagian pembukaan atau Mukadimahnya dituliskan hitam di atas putih dengan resmi ajaran filsafat pancasila.”
Roeslan Abdulgani, yang sempat menjadi Menteri Penerangan di era Bung Karno, juga menyebut Bung Karno sebagai penggali Pancasila. Dua pemikiran besar di dalam pancasila, yaitu Sosio-nasionalisme (penggabungan sila ke-2 dan ke-3) dan Sosio-demokrasi (penggabungan sila ke-4 dan ke-5), sudah ‘digarap’ oleh Bung Karno sejak tahun 1920-an. Dalam konteks ini, Hatta juga punya peranan ketika menaburkan ide-ide tentang demokrasi kerakyatan.
Dari mana datangnya istilah Pancasila itu? Dalam buku “Manusia dan Masyarakat Baru Indonesia (Civic)” dikatakan, kata “Pancasila” berasal dari bahasa Sangsekerta: Panca berarti lima, sedangkan sila berarti dasar kesusilaan.
Sebagai kata majemuk, kata “Pancaҫila” sudah dikenal dalam agama Budha. Bila diartikan secara negatif, ia berarti lima pantangan: (1) larangan membinasakan makhluk hidup, (2) larangan mencuri, (3) larangan berzinah, (4) larangan menipu, dan (5) larangan minum miras.
Dalam karangan Mpu Prapantja, Negarakretagama, kata “Pancaҫila” juga ditemukan di buku (sarga) ke-53 bait kedua: “Yatnanggegwani Pancaҫila Krtasangskarabhisekakrama (Raja menjalankan dengan setia kelima pantangan itu, begitu pula upacara ibadat dan penobatan).
Akan tetapi, jika diperhatikan dengan seksama, tidak ada keterkaitan antara Pancaҫila dalam Budha dan Negarakretagama dengan Pancasila yang menjadi dasar atau ideologi bangsa kita itu.
Bung Karno, dalam kursus Pancasila di Istana Negara, 5 Juni 1958, membantah pendapat bahwa “Pancasila (dasar negara kita) adalah perasan dari Buddhisme. Katanya, Pancasila itu tidak pernah congruent dengan agama tertentu, tetapi juga tidak pernah bertentangan dengan agama tertentu.
Soekarno sendiri menolak disebut sebagai “penemu Pancasila”. Baginya, lima mutiara dalam Pancasila itu sudah ada dan hidup di bumi dan tradisi historis bangsa Indonesia. Soekarno hanya menggalinya setelah sekian lama tercampakkan oleh kolonialisme dan penetrasi kebudayaan asing. 

http://m.berdikarionline.com/lipsus/20120530/asal-usul-pancasila.html

Read full post »

Teori Negara Marx dimata Soekarno

0 komentar
Soekarno

 Marxisme, dimulai sejak jaman Marx, sudah memperkaya perdebatan tentang negara. Berbeda dengan intelektual pada umumnya, marxisme menolak ide negara sebagai “badan yang netral”.
Bagi marxisme, negara bukanlah badan yang netral; ia adalah suatu organisasi kekerasan untuk menindas suatu kelas. Pemahaman ini telah diterima dan diperkaya oleh kaum marxis sejak jaman Marx hingga Lenin.
Soekarno adalah seorang penganut marxisme. Ia mempelajari karya-karya kaum marxis dengan cukup baik. Ia juga banyak belajar marxisme dari orang-orang yang disebut sebagai kaum marxis. Itu berlangsung sejak ia indekos di rumah HOS Tjokroaminoto, tokoh besar pergerakan nasional jaman itu, yang rumahnya seolah jadi “markas kaum pergerakan”.
Pada tahun 1958, ketika memberi kuliah pancasila di Istana Negara, Bung Karno mengurai panjang lebar soal teori-negara Marx. Bung Karno memulai penjelasannya dengan mengeritik keabsahan kesimpulan Hegel tentang negara, bahwa negara adalah penjelmaan dari ide-ide yang luhur.
Bung Karno, seraya menarik demarkasi dari Hegel, menjelaskan bahwa negara tak lain dan tak bukan ialah sebuah organisasi. Atau, lebih tepatnya, sebuah organisasi kekuasaan (mechsorganisatie).
Friedrich Engels, seperti dikutip Lenin dalam “Negara dan Revolusi”, juga mengeritik cara pandang Hegel mengenai kemunculan negara. Bagi Engels, negara bukan merupakan kekuatan yang dipaksakan dari luar kepada masyarakat, melainkan produk masyarakat pada tingkat perkembangan tertentu (masyarakat berklas).
Soekarno mengutip kesimpulan Marx: “negara sebagai manchtosganisatie di dalam tangannya suatu klas untuk menindas klas yang lain.” Di dalam kapitalisme, negara menjadi manchtosganisatie di tangan kaum kapitalis untuk menindas proletar.
Di situ, kata bung Karno, kekuasaan negara akan digunakan untuk menjalankan kepentingannya menindas kepentingan proletar.
Situasi itu berubah ketika terjadi revolusi. Negara, kata Soekarno yang berusaha menjelaskan fikiran Marx, yang awalnya di tangan kapitalis, akhirnya jatuh ke tangan klas proletar. Pada saat itulah muncul bentuk negara baru: diktator proletariat.
Karl Marx
Dengan diktatur proletariat ini, kata Bung Karno, akan menjadi alat kekuasaan proletariat untuk menindas klas borjuis. Dengan demikian, katanya lagi, makin lama borjuis makin lemah, semakin surut, dan akhirnya akan menghilang.
“Dan, kalau tinggal cuma satu klas, maka itu bukan klas lagi,” tegas Bung Karno ketika menjelaskan proses “melenyapnya negara” dalam teori Marx.
Itulah, kata Soekarno, yang disebut Karl Marx sebagai masyarakat tanpa klas (klasseloze maatschappij). Saat itu, ujar Soekarno lagi, manusia tetap ada dan bahkan berkembang biak lebih banyak. Tetapi masyarakat itu tidak mempunyai klas lagi: klasseloos.
Dan, karena itu pula, maka machtsorganisatie sebagai machtsorganisatie sudah tidak ada lagi. Akhirnya, masyarakat pun menjadi stateloos (tanpa negara). Yang tinggal hanya fungsi administrasi manusia-manusia, seperti fungsi guru, fungsi insinyur, dan lain-lain.
Marx sendiri punya rumusan sendiri mengenai lintasan perjuang klas proletar ini: 1) bahwa adanya kelas-kelas itu hanya lah bertalian dengan fase-fase kesejarahan khusus dalam perkembangan produksi [historische Entwicklungesphasen der Produktion]; 2) bahwa perjuangan kelas pasti menuju pada diktatur proletariat; 3) bahwa diktatur ini sendiri hanyalah merupakan peralihan ke arah penghapusan semua kelas dan ke arah masyarakat tanpa kelas.
Memang, dibandingkan “Negara dan Revolusi”-nya Lenin, uraian Bung Karno di atas memang terlalu singkat dan jauh dari lengkap, bahkan mungkin ada yang meleset dari penyimpulannya terhadap teori negara Marx.
Bung Karno banyak mengadopsi teori negara Marx dalam teori-teori politiknya. Ia, misalnya, menganjurkan agar perjuangan kaum marhaen mestilah mengarah pada pembangunan kekuasaan (machtvorming). Dengan machtvorming, kaum proletar punya kekuasaan untuk mencapai kepentingan klasnya.
Mengapa? Dalam tulisan “Mencapai Indonesia Merdeka”, ia telah mengutip kata-kata Marx; “Tak pernah suatu klas mau melepaskan hak-hak istimewanya dengan kemauan sendiri atau sukarela”. Jadi jelas, arah dari perjuangan marhaen adalah merebut kekuasaan politik untuk melikuidasi klas penindasnya.


* Sumber Artikel: http://www.berdikarionline.com/sisi-lain/20111126/teori-negara-marx-di-mata-soekarno.html#ixzz2KBsAk7da 

Read full post »

Machtsvorming

0 komentar

Apa itu “machtsvorming”?
Secara harfiah, machts berarti kuasa, tenaga, kekuatan, sedangkan vorming berarti pembentukan. Dengan demikian, machtvorming bisa diartikan “pembentukan kuasa atau kekuatan”.
Menurut Bung Karno, machtsvorming adalah pembentukan kuasa atau penyusunan tenaga. Ia menekankan, machtsvorming merupakan proses penciptakan paksaan/tekanan agar pihak musuh mau menuruti tuntutan atau kehendak kita.
Landasan Machtvorming
Macthsvorming dibutuhkan karena beberapa hal. Pertama, adanya kontradiksi atau pertentangan tak terdamaikan antara pihak kaum sana dan kaum sini. Bung Karno merujuk pada kata-kata Karl Marx: “Tidak ada klas penguasa manapun yang mau menyerahkan kekuasaannya secara sukarela kepada klas lain.”
Bung Karno kemudian mengadopsi penjelasan Marx itu dalam konteks negara jajahan. Katanya, antara negara penjajah dan terjajah terjadi pertentangan yang tak terdamaikan. Ia menyebutnya sebagai pertentangan antara kaum sana dan kaum sini.
Dalam kontradiksi itu, ujar Bung Karno, kaum sana tidak akan dengan sendirinya tunduk pada tuntutan kaum sini. Baginya, kaum sana hanya mungkin tuduk pada kaum sini bila ada desakan atau paksaan. “Dan desakan itu hanya bisa kita jalankan bilamana kita punya kekuatan, mempunyai kekuasaan, mempunyaimacht,” ujar Soekarno.
Kedua, rakyat negara jajahan hanya bisa mematahkan imperialisme, berikut segala pengaruhnya, melalui pengambil-alihan kekuasaan politik. Karena itu, menurut Bung Karno, perjuangan rakyat jajahan haruslah perjuangan politik menuju perebutan kekuasaan.
Ia menegaskan, sebelum rakyat belum memegang kekuasaan politik, maka syarat-syarat hidupnya—ekonomi, politik, dan sosial-budaya—masih akan ditentukan oleh pihak penjajah. “Mencapai kekuasaan politik bagi rakyat jajahan berarti mencapai pemerintahan nasional sendiri, mencapai kemerdekaan nasional, mencapai hak untuk mengadakan UU sendiri, mengadakan aturan-aturan sendiri, dan pemerintahan sendiri,” tegasnya.
Hal itu berlaku pula dalam perjuangan kaum marhaen dan proletar melawan kaum feudal dan borjuis. Bung Karno mengingatkan, jangan sampai kekuasaan politik negara Indonesia merdeka jatuh ke tangan kaum borjuis dan ningrat. “Dalam perjuangan habis-habisan mendatangkan Indonesia Merdeka, kaum Marhaen harus menjaga agar jangan sampai nanti mereka yang kena getahnya, tetapi kaum borjuis atau ningrat yang memakan nangkanya,” kata Bung Karno.
Ketiga, machtsvorming harus dilakukan di atas prinsip radikalisme, yakni prinsip perjuangan yang menolak kompromisme, perubahan setengah-setengah, politik lunak, dan segala bentuk politik tawar-menawar dengan pihak kaum sana.
Bung Karno memaknai radikalisme sebagai perjuangan menghancur-leburkan imperialisme dan kapitalisme hingga ke akar-akarnya dan, kemudian, memperjuangkan pembangunan masyarakat yang sama sekali baru; Sosialisme.
Untuk menjelmakan machtsvorming yang berasaskan radikalisme itu, kaum marhaen harus menempuh jalannya “massa aksi”, yaitu  pergerakan massa rakyat yang sadar dan memahami tujuan-tujuan perjuangan. Massa aksi menyadari bahwa tujuan perjuangan mereka adalah membongkar kapitalisme/imperialisme dan melahirkan masyarakat baru.
Membangun Machtsvorming
Dari penjelasan Bung Karno di atas, kita bisa menyimpulkan, bahwa machtsvorming adalah proses mengakumulasi kekuatan. Karena itu, bisa disimpulkan, machtsvorming adalah proses yang panjang dan dialektis.
Dalam tulisan “Mencapai Indonesia Merdeka”, Bung Karno menjelaskan, machtsvorming bukan hanya penyusunan wadah tenaga saja, tetapi juga penyusunan tenaga semangat, tenaga kemauan, tenaga roh, dan tenaga nyawa.
Artinya, harus ada proses yang dialektik antara proses memimpin perjuangan rakyat sehari-hari, pengorganisasian dan pewadahan massa, dan proses penyadaran massa. Dialektika hal itulah yang—secara simultan—akan melahirkan massa aksi.
Bagaimana membangun macthsvorming itu?
Pertama, pergerakan yang mengusung machtsvorming harus terlibat dan memimpin perjuangan rakyat sehari-hari—kaum marxis menyebutnya perjuangan ekonomis, seperti perjuangan menuntut kenaikan upah, menurunkan pajak, menghapus kerja rodi, dan lain-lain.
Bagi Bung Karno, dengan terlibat dalam “perjuangan kecil” sehari-hari itu, kaum pergerakan punya kesempatan berhubungan langsung dengan massa luas, menyuluhi atau mengagitasi mereka, dan mengorganisasikannya dalam wadah-wadah perjuangan.
Selain itu, Bung Karno beranggapan, perjuangan sehari-hari adalah suatu schooling, suatu training, suatu gemblengan tenaga menuju perjuangan yang lebih besar.
Kedua, kaum pergerakan harus terlibat memanfaatkan segala ruang yang menyediakan kesempatan untuk mengorganisasikan massa. Bung Karno tidak mengharamkan kaum pergerakan terlibat dalam pembangunan badan-badan ekonomi dan sosial, seperti pembangunan koperasi, warung, rumah anak yatim piatu, dan lain-lain.
Ketiga, melakukan propaganda seluas-luasnya melalui famplet, majalah, koran, risalah-risalah (buku-buku), dan lain-lain. Propaganda seluas-luasnya juga bisa diciptakan ruangnya melalui rapat-rapat akbar (vergadering), pertemuan-pertemuan massa, kursus-kursus politik, dan lain-lain.
“Bekerjalah dengan penamu, dengan mulutmu, dengan gurungmu, dengan lidahmu! Ya, di dalam massa aksi ada faedahnya juga bergembar-gembor! Gemborkanlah juga gurungmu sampai suaramu memenuhi alam, gerakkanlah penamu sampai ujungnya menyala-nyala,” kata Bung Karno.
Keempat, pergerakan machtsvorming harus terus menyuluhi atau memajukan kesadaran massa. Hal ini dilakukan melalui kursus-kursus, pendidikan politik, brosur-brosur, majalah partai, dan lain-lain.
“Massa aksi zonder (tanpa) teori perjuangan, zonder kursus-kursus, zonder brosur-brosur dan surat-kabar, adalah massa aksi yang tidak hidup dan tak bernyawa, yang karenanya tak mempunya kemauan. Padahal, kemauan inilah yang bisa menjadi motor tenaga massa aksi,” kata Bung Karno.
Pendek kata, machtvorming bisa dimaknai sebagai pembangunan blok sosial-politik anti-imperialisme dan anti-kapitalisme. Dan, seperti ditegaskan Bung Karno, pembangunan blok sosial-politik ini tidak mungkin tanpa sebuah alat politik, yang bertugas menyatukan kehendak kaum tertindas dalam sebuah proyek politik bersama.


*Sumber Artikel: http://www.berdikarionline.com/bung-karnoisme/20130207/bung-karno-dan-strategi-machtsvorming.html#ixzz2KBr9RTPa 

Read full post »

Indahnya Nusantara

0 komentar
Raja Ampat
SUDAHKAH Anda kenal dengan negara sendiri? Jangan hanya suka berwisata ke destinasi-destinasi indah di Indonesia tanpa tahu fakta menarik seputar negeri tercinta ini.

Simak fakta-fakta menarik tentang Indonesia berikut ini :

Negara kepulauan terbesar  

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah total pulau mencapai 17.508 pulau. Terdiri dari lima kepulauan besar dan 30 kelompok kepulauan kecil, termasuk 9.634 pulau yang belum diberi nama dan 6.000 pulau yang tidak berpenghuni. 

Di dalamnya ada tiga dari enam pulau terbesar di dunia, yaitu Kalimantan sebagai pulau terbesar ketiga di dunia dengan luas 539.460 kilometer persegi, Sumatera luasnya 473.606 kilometer persegi, dan Papua yang luasnya 421.981 kilometer persegi. 

Indonesia punya pulau terpadat di dunia 


Pulau Jawa adalah pulau terpadat di dunia, di mana 60 persen penduduk Indonesia atau sekira 130 juta jiwa tinggal di pulau yang luasnya hanya 7 persen dari seluruh wilayah Indonesia ini. 

Negara maritim dengan pantai luar biasa 


Indonesia adalah negara maritim terbesar di dunia dengan perairan seluas 93.000 kilometer persegi dan panjang pantai sekira 81.000 kilometer persegi atau hampir 25 persen dari panjang pantai di dunia. 

Kaya suku bangsa & etnis 

Indonesia memiliki suku bangsa yang terbanyak di dunia, terdapat lebih dari 740 suku bangsa atau etnis, bahkan di Papua saja terdapat 270 suku. Dengan jumlah suku sebanyak itu, Indonesia  memiliki bahasa daerah terbanyak, yaitu 583 bahasa dan dialek dari 67 bahasa induk yang digunakan berbagai suku bangsa di Indonesia. Meski banyak memiliki bahasa daerah, bahasa Indonesia mampu menyatukannya tanpa menghilangkan tutur bahasa daerahnya. 

Mayoritas Muslim terbanyak 

Indonesia adalah negara Muslim terbesar di dunia. Jumlah pemeluk agama Islam di Indonesia sekira 216 juta jiwa atau 88 persen dari penduduk Indonesia. Ini juga menjadikan Indonesia memiliki jumlah masjid terbanyak serta negara penyumbang jamaah haji terbesar di dunia. 

Candi Borobudur, monumen Budha terbesar dunia 

Candi Borobudur di Jawa Tengah memiliki Monumen Budha terbesar di dunia yang tingginya mencapai 42 meter dan terdiri dari 10 tingkat. Candi Borobudur juga memiliki panjang relief yang indah, mencapai lebih dari 1 km.

Tarsius, Hewan Primata terkecil didunia.
Manusia purba tertua juga ada di Indonesia 

Indonesia adalah tempat ditemukannya manusia purba tertua di dunia, yaitu Pithecanthropus erectus yang diperkirakan berasal dari masa 1,8 juta tahun yang lalu. 

Penghasil sumber daya alam terbanyak 

Indonesia menempati peringkat teratas penghasil cengkeh dan pala. Indonesia juga nomor dua di dunia penghasil karet alam dan minyak sawit mentah. Pengekspor terbesar kayu lapis terbesar, yaitu sekira 80 persen di pasar dunia. Penghasil gas alam cair (LNG) terbesar di dunia atau sekira 20 persen dari suplai seluruh dunia. Produsen timah terbesar kedua di dunia.
 
Surga bawah laut yang luar biasa 

Indonesia memiliki terumbu karang terkaya di dunia, mencapai 18 persen dari total di dunia. Indonesia juga memiliki hutan bakau terbesar di dunia untuk untuk mencegah pengikisan air laut.  Asal dari kekayaan bunga anggrek terbesar di dunia yang mencapai 6.000 jenis anggrek serta bunga Rafflesia Arnoldi sebagai bunga terbesar di dunia dengan diameternya mencapai 1 meter. 

Keturunan dinosaurus masih ada di Indonesia 

Indonesia adalah habitat untuk binatang purba yang masih hidup, yaitu komodo, kadal terbesar di dunia dengan panjang mencapai 3 meter dan beratnya 90 kg. Komodo hanya terdapat di Pulau Komodo dan sekitarnya di Nusa Tenggara Timur. Lautan Indonesia memiliki spesies ikan hiu terbanyak di dunia, yaitu 150 spesies. Indonesia memiliki primata terkecil di dunia, yaitu Tarsier Gunung (Tarsius pumilus) di Sulawesi yang panjangnya hanya 10 cm. 

Hewan terkecil dan terbesar di dunia, ada! 



Di Sulawesi juga ditemukan ular Python reticulates terpanjang di dunia, panjangnya 10 meter. Ikan terkecil di dunia ditemukan di rawa berlumpur Sumatera. Panjangnya hanya 7,9 mm dan maksimal besarnya kurang lebih sebesar nyamuk. 

Sejarah berbicara, Indonesia juaranya 

Indonesia adalah negara pertama yang lahir sesudah berakhirnya Perang Dunia II tahun 1945. Indonesia merupakan negara ke-70 tertua di dunia. Hingga kini Indonesia adalah satu-satunya negara yang pernah keluar dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), tepatnya 7 Januari 1965, kemudian bergabung kembali 28 September 1966

*http://travel.okezone.com
Read full post »
 

Copyright © Hidup adalah Perjuangan Design by Free CSS Templates | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger